Surat Syaikh Al Albani kepada Pemuda FIS

435
0
BERBAGI
Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji milik ALLAH, kami memujiNya, memohon pertolonganNya, meminta ampunanNya dan kami berlindung kepada ALLAH dari segala keburukan diri kami dan kejelekan perbuatan-perbuatan kami. Barangsiapa diberi hidayah oleh ALLAH tidak akan ada yang dapat menyesatkannya dan barangsiapa disesatkan tidak akan ada yang dapat memberikan hidayah. Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain ALLAH semata, tiada sekutu bagiNya. Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hambaNya dan RasulNya.
Selanjutnya kepada majelis dakwah dan bimbingan organisasi FIS, Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakaatuh.
Wa ba’du, pagi hari ini Selasa, 18 Jumadil Akhir 1412 H, saya telah menerima surat dari kalian yang dikirimkan melalui faks. Saya telah membacanya dan memahami pertanyaan-pertanyaan sekitar pemilu yang menurut kalian akan segera dilaksanakan pada hari Kamis, yaitu lusa. Kalian mengharapkan agar saya segera memberikan jawaban. Oleh karena itu, saya bergegas untuk menuliskan jawabannya pada malam Rabu, agar segera dapat dikirimkan kepada kalian melalui faks esok harinya, insya ALLAH. Saya menyatakan terima kasih karena kalian berbaik sangka kepad saudara kalian dan atas pujian kalian yang tidak layak saya terima. Saya memohon kepada ALLAH semoga kalian diberi taufik dalam berdakwah dan dapat memberi bimbingan kepada ummat.
Sekarang inilah jawaban saya terhadap pertanyaan kalian sesuai kemampuan saya dengan mengharapkan petunjuk ALLAH, semoga saya ditunjukkan jalan yang benar dalam memberikan jawaban ini.
Pertanyaan pertama :”Bagaimanakah hukum syar’i tentang Pemilu parlemen yang sedang kami ikuti untuk menjadi jembatan mendirikan negara Islam dan khilafah Islam ?”
Jawab : “Suasana paling membahagiakan kaum muslimin di negeri mereka adalah ketika bendera Laa ilaaha ilallah dikibarkan dan hukum ALLAh dijalankan. Tidak diragukan lagi, setiap orang Islam –sesuai dengan kemampuannya- harus berjuang menegakkan negara Islam yang didasarkan pada hukum ALLAH dan Sunnah RasulNya, menurut manhaj salafus shalih. Sementara sudah diyakini oleh setiap peneliti muslim bahwa hal semacam itu tidak akan terwujud kecuali dengan ilmu yang bermanfaat dan amal shalih.
Sebagai langkah pertamanya, hendaklah para ulama melaksanakan dua usaha penting sebagai berikut :
Pertama, mengajarkan ilmu yang bermanfaat kepada kaum muslimin di lingkungannya. Jalan satu-satunya adalah membersihkan ilmu-ilmu yang diwariskan oleh Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam dari segala bentuk syirik dan paganisme, dimana mayoritas ummat Islam sekarang tidak lagi memahami makna kalimat Laa ilaaha ilallah. Kalimat thayibah ini mewajibkan pengesaan ALLAH dalam bidang Ibadah, pengesaan dalam do’a, sehingga seseorang tidak akan meminta bantuan kepada yang lain, tidak melakukan nadzar dan sesaji kepada selain ALLAH dan menyembah ALLAH hanya dengan cara-cara yang telah diajarkan oleh ALLAH dan RasulNyam seperti yang terungkap dalam bagian kedua kalimat syahadat, Muhammad Rasulullah.
Para Ulama berkewajiban untuk membersihkan kitab-kitab fiqih dari pendapat-pendapat dan ijtihad yang bertentangan dengan hadits-hadits shahih, supaya ibadah mereka diterima oleh ALLAH. Mereka juga wajib membersihkan hadits-hadits Rasulullah dari hadits-hadits dha’if dan palsu, yang karena dalam perjalanan sejarah, menyusup ke dalam hadits-hadits Rasulullah. Mereka juga harus membersihkan tingkah laku dan akhlaq ummat dari pengaruh-pengaruh ajaran thariqat sufi, zuhud berlebihan, beribadah secara berlebihan dan sebaginya yang bertentangan dengan ilmu yang benar.
Kedua, para ulama harus mendidik diri mereka sendiri, keluarga dan lingkungan mereka yang beragama Islam, dengan ilmu yang benar. Dengan demikian, ilmu mereka akan bermanfaat dan amal mereka akan menjadi amal shalih seperti ALLAH firmankan : “Barangsiapa mengharapkan pertemuan dengan Tuhannya, hendaklah beramal shalih dan tidak melakukan syirik dalam menyembah Tuhannya.” (QS Al Kahfi 110)
Bila ada golongan ummat Islam yang telah melaksanakan gerakan tashfiyah dan tarbiyah syar’iyah, niscaya tidak akan ada lagi di tengah mereka orang-orang yang mencampur cara-cara syirik dengan cara-cara syar’i. Demikianlah karena mereka memahami bahwa Nabi telah membawa cara dan pola syari’ah yang sempurna.
Salah satu pola tersebut yaitu adanya larangan menyerupai kaum kafir, yaitu mengambil cara-cara dan sistem mereka yang bersumber pada tradisi dan kebiasaan mereka. Misalnya, memilih pemerintah dan anggota-anggota parlemen (DPR) melalui pemilu. Cara-cara ini sejalan dengan kekafiran dan kebodohan mereka yang mana mereka tidak bisa lagi membedakan antara keimanan dan kekafiran, antara yang shalih (baik) dan yang merugikan, antara laki-laki dan perempuan, padahal Tuhan kita telah berfirman : “Apakah Kami akan menjadikan orang-orang Islam itu seperti orang-orang yang berdosa (kafir) ? Mengapa kalian berfikir demikian , bagaimana kalian mengambil ketetapan seperti itu ?”. (QS Al Qalam :35-37). Allah juga berfirman :”Laki-laki tidaklah sama dengan perempuan”. (QS Ali Imran : 36).
Mereka juga mengetahui bahwa Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam dalam usahanya mendirikan negara Islam, mengawali dengan dakwah tauhid, mengajak manusia mengesakan ALLAH, memperingatkan manusia dari penyembahan-penyembahan berhala dan mendidik mereka untuk menyambut panggilan hukum-hukum ALLAH sehingga masyarakatnya merasakan diri mereka bagaikan satu tubuh. Bila salah satu anggota merasa sakit, seluruh tubuh turut merasakan demam dan tidak dapat tidur sebagaimana diriwayatkan dalam hadits shahih. Tidak ada lagi di tengah mereka orang yang terus-menerus melakukan dosa-dosa besar, riba, zina dan mencuri kecuali segelintir orang saja.
Barangsiapa ingin mendirikan negara Islam dengan sebenar-benarnyua tidak akan mencapai sukses jika tetap membiarkan berkumpulnya orang-orang yang pemikiran dan perilakunya bertentangan dengan Islam, seperti yang dilakukan partai-partai Islam terkenal dewasa ini. Sebaliknya, yang harus dilakukan adalah menyatukan pandangan, pemahaman dan pikiran mereka berdasarkan prinsip-prinsip Islam yang sahih, yaitu Al Quran, Sunnah Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam menurut manhaj kaum salafus shalih seperti diuraikan tersebut di atas sebagaimana firmannya : “Pada hari ini, orang-orang mukmin bergembira dengan pertolongan ALLAH”. (QS Ar Rum : 4).
Siapapun yang menyimpang dari metode tersebut dalam memperjuangkan berdirinya negara Islam dan mengikuti cara-cara orang kafir dalam mendirikan negara mereka, langkahnya ibarat orang yang menyembur api dan menimpa mukanya sendiri. Perhitungan semacam itu salah – jika tidak boleh disebut dosa – karena menyalahi petunjuk Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam dan tidak berdasarkan contoh beliau, sedangkan ALLAH telah berfirman :”Sesungguhnya bagi kami ada contoh yang baik pada diri Rasulullah bagi siapa saja yang mengharapkan ridla ALLAH dan hari akhirat dan banyak mengingat ALLAH”. (QS Al Ahzab : 21).
Pertanyaan kedua :”Bagaimana hukum syar’i tentang membantu dan mendukung kegiatan untuk parlemen ?”.
Jawab : Kami tidak menasehatkan kepada siapapun saudara kita sesama muslim, untuk mencalonkan diri menjadi anggota parlemen di suatu negara yang tidak menjalankan hukum ALLAH, sekalipun undang-undang dasarnya menyebutkan Islam sebagai agama negara. Kami tidak menganjurkan demikian, karena dalam prakteknya teks semacam itu hanya sekedar meredam semangat para anggota parlemen yang ingin menerapkan syariat. Dalam negara semacam itu, para anggota tidak pernah sedikitpun mampu merubah undang-undang yang berlawanan dengan Islam sebagaimana terbuktui dalam beberapa negara yang menyatakan Islam sebagai agama negaranya.
Beberapa hukum yang telah ditetapkan oleh parlemen bertentangan dengan Islam. Alasan yang dikemukakan “belum sempat melakukan perubahan”, seperti yang kita saksikan di beberapa negara. Para anggota parlemen dari kalangan Islam yang bergaya Barat ternyata juga mengikuti pola-pola mereka. Mereka bermaksud melakukan reformasi terhadap orang lain, tetapi sebelum reformasinya berhasil, ternyata mereka lebih dulu menjadi rusak. Ibarat pepatah :”Hujan itu pada awalnya hanya setetes, tetapi lama kelamaan semakin lebat.”
Oleh karena itu, sama sekali kami tidak menyarankan kepada siapapun untuk mencalonkan dirinya dalam pemilu parlemen. Namun jika ummat Islam melihat bahwa para calon-calon anggota parlemen adalah musuh-musuh Islam, sedangkan disitu ada calon-calon beragama Islam dari partai-partai Islam, dalam keadaan semcara ini saya menyarankan kepada setiap orang Islam untuk memilih calon-calon dari partai-partai Islam saja dan orang-orang yang mendekati manhaj ilmu yang benar seperti yang diterangkan di atas.
Saya katakan demikian, sekalipun saya berkeyakinan bahwa pencalonan diri dan pemilu parlemen tidak akan dapat merealisasikan tujuan seperti yang diterangkan di atas. Langkah ini hanyalah merupakan langkah untuk memperkecil keburukan atau untuk menghindarkan bencara lebih besar dengan memilih langkah melakukan kesalahan yang lebih ringan, seperti digariskan oleh ahli fiqh (mengambil sesuatu yang paling kecil keburukannya dari beberapa keburukan yang lebih besar, pen.).
Pertanyaan ketiga :”Bagaimana hukumnya kaum perempuan mengikuti pemilu ?”
Jawab : Boleh, dengan syaratg memenuhi kewajiban-kewajibannya, yaitu memakai jilbab secara syar’i, tidak bercampur-baur dengan laki-laki kemudian memilih orang-orang yang paling dekat dengan manhaj ilmu yang benar untuk menghindari kerugian lebih besar dengan melakukan kesalahan sekecil-kecilnya (daf’ul mafsadatil qubra fis sughra).
Pertanyaan keempat : “Bagaimana hukum syar’i berkenaan dengan kegiatan-kegiatan parlementer dan para anggotanya ?”
Jawab : Pertanyaan ini maksudnya masih belum jelas, dan sayapun tidak mengerti. Bila yang dimaksudkan adalah kegiatan anggota parlemen yang beragama Islam, sudah tentu dia harus memahami syariat Islam yang begitu luas cabang dan rantingnya. Jika dalam parlemen dibicarakan suatu masalah, sudah tentu dia harus membahasnya dalam perspektif Islam. Jika sesuai dengan syariat, ia harus mendukungnya, jika tidak, ia harus menolaknya, seperti menyatakan rasa kepercayaan kepada pemerintah atau bersumpah untuk membela undang-undang dasar dan sebagainya.
Adapun anggota-anggota parlemen yang ditanyakan di atas, barangkali yang Anda maksud adalah bagaimana sikap para anggota parlemen yang beragama Islam terhadap mereka yang tidak beragama Islam. Kalau itu yang Anda maksud, setiap anggota parlemen yang beragama Islam wajib bergabung dengan sesama anggota parlemen yang beragama Islam sebagaimana ALLAH firmankan :”Hendaklah kamu sekalian bersama-sama orang yang beriman.” (QS At Taubah : 119).
Jawaban dari pertanyaan kelima dan keenam (memang tidak disertakan pertanyaannya, pen) : “Sebenarnya sudah dapat dipahami dari jawaban-jawaban sebelumnya. Disini saya tambahkan, hendaklah para anggota FIS tidak hanya mengkonsentrasikan dirinya untuk meraih kekuasaan pemerintahan, sedangkan sebenarnya rakyat belum siap untuk menerima hukum-hukum Islam.
Untuk itulah, hendaknya lebih dahulu melakukan usaha-usaha pembukaan perguruan-perguruan tinggi dan sekolah-sekolah guna mendidik rakyat dan mengajarkan kepada mereka hukum-hukum agamanya berdasarkan sumber-sumber yang shahih. Selain itu, juga harus melatih mereka untuk mengamalkan apa yang diperoleh sehingga mereka tidak dipengaruhi oleh pertentangan-pertentangan partai dan golongan-golongan seperti yang terjadi sekarang, seperti di Afganistan, yang merupakan suatu hal yang sangat disayangkan. ALLAH berfirman : “Dan janganlah kamu sekalian menjadi golongan orang-orang musyrik, yaitu orang-orang yang memecah-belah, agamanya, setiap golongan membanggakan apa yang ada pada mereka.” (QS Ar Rum:31-32).
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam juga bersabda : “Janganlah kamu saling memutuskan hubungan, jangan saling membelakangi, jangan saling membenci, dan jangan saling mendengki, tetapi jadilah kamu sekalian bersaudara seperti yang ALLAH perintahkan kepadamu.” (HR Muslim)
Selayaknya kalian melakukan tashfiyah dan tarbiyah dengan sikap penuh ketenangan karena sikap ketenangan adalah dari Tuhan Yang Maha Rahman, sedangkan sikap yang tergesa-gesa adalah dari syaithan, sebagaimana sabda Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam, yang diriwayatkan oleh Abu Ya’la dan Baihaqi.
Oleh karena itu, ada orang yang berkata : “Siapa saja yang melakukan sesuatu dengan tergesa-gesa sebelum waktunya, dia akan mendapat bencana. Barangsiapa mau mengambil pelajaran dari orang lain, niscaya ia akan mendapatkan kebaikannya.”
Sesungguhnya telah ada gerakan-gerakan Islam sebelum kalian yang mencoba untuk melakukan perjuangan di parlementer sebagai jalan untuk mendirikan negara Islam. Akan tetapi, usahanya ternyata tidak membuahkan hasil sedikitpun. Hal itu dikarenakan mereka tidak mempraktekkan kata-kata hikmah berikut ini : “Dirikanlah negara Islam terlebih dahulu di dalam hatimu, niscaya akan berdiri pula di tanah airmu.” Kata-kata hikmah ini sejalan dengan hadits Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam, artinya “Sesungguhnya ALLAH tidak melihat rupa kamu dan harta kamu, tetapi Ia melihat hati kamu dan amal kamu.” (HR Muslim).
Hanya kepada ALLAH saya mengharapkan ilham dan bimbinganNya kepada kami, mengajarkan segala hal yang bermanfaat bagi kami, memberikan petunjuk kepada kami dan jalan untuk mengamalkan syariat Tuhan, dengan mengikuti sunnah Nabi kami dan manhaj kaum salaf kami. Kebaikan itu hanya dapat terwujud dengan mengikuti jejak mereka; dan keburukan akan muncul karena bid’ah. Semoga ALLAH menjauhkan kami dari angan-angan kami dan melindungi kami dari akibat buruknya serta menolong kami dalam melawan musuh-musuh kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar dan mengabulkan permohonan hambaNya.
Amman, Yordania, 19 Jumadil Akhir 1412 H,
Abu Abdurahman Muhammad Nashiruddin Al Albani
———————–
Catatan Kaki:
Silakan lihat Majalah Al-Ashalah edisi keempat halaman 15-22.
Sejumlah oknum hizbiyun memanfaatkan fatwa Syaikh AI-Albani tersehut. Mereka mengklaim Syaikh membolehkan masuk parlemen dan mengikuti pemilu.
Padahal fatwa Syaikh yang saya nukil ini merupakan bukti yang sangat jelas yang menyangkal klaim tersebut. Akan tetapi, karena kekhawatiran kami mereka akan memperdaya masyarakat awam dengan memanipulasi fatwa tersebut, maka kami jelaskan:
“Syaikh Al-Albani berpendapat haram hukumnya masuk parlemen berikut pemilu berdasarkan dua argumentasi berikut:
Pertama. Perbuatan itu termasuk bid’ah! Sebab, wasilah dakwah seperti ini adalah tauqifiyah (hanya boleh ditetapkan dengan wahyu).
Untuk penjelasan lebih lengkap silakan baca kitab: “AI-Hujaj Al-Qawiyyah ‘Alaa anna Wasaa-ilud Dakwah Tauqifiyah” karangan Abdussalam bin Barjas. Hal itu tidaklah bertentangan dengan penjelasan beliau bahwa perangkat-perangkatnya -bukan wasilahnya- ditetapkan dengaii kaidah umum maslahat mursalah.
Syaikh Al-Albani sering membawakan perkataan Syeikhul
Islam Ibnu Taimiyah dalam kitab Iqtidha’ Shirathul Mustaqim (halaman 278): “Semua perkara yang terdapat faktor pendorong untuk melakukannya pada zaman Rasulullah sekalipun perkara itu dianggap maslahat, namun tidak dilakukan, dapatlah diketahui bahwa perkara itu sebenarnya bukan maslahat kita semua tahu bahwa perkara ini adalah kesesatan meski kita belum mengetahui adanya larangan khusus atau kita telah mengetahui bahwa perkara itu membawa mafsadat!”
Saya telah menukil pernyataan Syaikh Al-Albani bahwa membentuk partai-partai untuk ikut serta dalam kancah politik bertentangan dengan petunjuk Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Sewaktu di Makkah beliau diminta untuk turut serta dalam pemerintahan Qureisy namun beliau menolak. Sebab, beliau mendasari perjuangan beliau dengan pembinaan aqidah dan akhlak, sebagaimana hal ini dimaklumi dalam sejarah.
Masalah ini berkaitan dengan adanya dorongan untuk melakukannya namun tidak dilakukan. Dalam masalah ini ada tiga larangan. Pernyataan Syaikh setelah itu
memperingatkan kita terhadap hal tersebut. Berkaitan dengan kerusakan yang terjadi, beliau telah memberi catatan penting sebagai jawabannya, wallahu
waliyyul taufiq.
Kedua: Perbuatan itu termasuk menyerupai orang kafir. Tidak ada yang menyangkal bahwa sistem pemilu ini berasal dari mereka!
Kedua perkara di atas merupakan bukti bahwa Syaikh Al-Albani tidak mengharamkannya karena masa tertentu atau karena keadaan tertentu yang mungkin saja terhapus dengan maslahat pada masa atau keadaan tertentu
pula.
Sekali-kali tidak! Bahkan beliau mengharamkan praktek pemilu itu sendiri! Jangan sekali-kali terkecoh dengan dispensasi vang beliau berikan untuk mengikuti pemilu bagi kaum muslimin, termasuk di dalamnya kaum wanita, karena beliau menyatakan seperti itu ketika para aktifis partai itu tetap bandel dan tidak punya keinginan lain kecuali masuk parlemen.
Berhubung mereka tetap bertahan dalam parlemen -meskipun ahli ilmu telah mengeluarkan fatwa- maka menurut beliau kaum muslimin yang lain tidak punya pilihan kecuali memilih partai yang paling Islami. Untuk menghindari kerusakan yang lebih besar dengan rnemilih kerusakan yang lebih kecil.
Akan tetapi Syaikh Al-Albani melarang bergabung bersama mereka dalam partai politik dan sistem. Satu pernyataan beliau kepada partai FIS dan lainnya yang telah berulang kali direkam adalah:
“Jika kalian tetap bersikeras dan tetap berkeinginan menjadi tumbal, maka bagi kaum muslimin yang lain hendaklah memilih partai-partai yang lebih Islami. Bukan karena mereka akan membawa kebaikan, namun untuk menekan kejahatan mereka.” Itulah pendapat Syaikh, hendaknya dipahami besar-benar!
Catatan:
Anehnya, Abdurrahman Abdul Khaliq memenggal perkataan Syaikh Al-Albani tersebut saat menukilnya dalam kitabnya berjudul: ‘Masyruu’iyyatud Dukhuul Ilaa Majaalis Tasyri’iyyah’ hal 73. Kemudian mengklaim bahwa beliau melarangnya karena hal itu menyelisihi perkara yang lebih utama!
Begitulah katanya -semoga Allah memberinya hidayah-. Padahal tentunya dia tahu dan orang lain juga tahu bahwa Syaikh sangat keras menyanggahnya (Abdurrahman Abdul Khaliq, pentolan Sururi/At Turots, red) dalam masalah ini khususnya. Ketika Syaikh Al Albani mengundangnya ke rumah beliau untuk berdialog tentang masalah ini.
Namun ia tidak memenuhi undangan. Syaikh berkata kepadanya: Saya pesankan kepada Anda hai Abdurrahman agar tidak menjadi orang jahil.
Sengaja saya cantumkan penukilan berikut ini agar para pembaca tidak salah
paham:
“Dalam sebuah kaset Silsilatul Huda wan Nuur no: (1/352) seseorang bertanya kepada Syaikh Al-Albani:
Penanya (P): Wahai Syaikh, kami dengar Anda membolehkan masuk parlemen dengan beberapa syarat.
Syaikh Al Albani : Tidak, saya tidak membolehkannya! Kalaupun syarat itu terpenuhi hanyalah bersifat teoritis belaka tidak mungkin diwujudkan. Apakah Anda ingat syarat-syarat tersebut?
P: Syarat pertama, ia harus dapat menjaga keselamatan dirinya.”
Syaikh Al Albani : Mungkinkah itu?
P: Saya belum mencobanya!
Syaikh Al Albani : Insya Allah Anda tidak akan mencobanya! Syarat-syarat tersebut tidak mungkin dipenuhi. Banyak kita saksikan orang-orang yang memiliki prinsip hidup yang lurus, kelihatan dari penampilannya, cara berpakaian islami…memelihara jenggot…namun ketika menjadi anggota parlemen penampilan mereka langsung berubah! Tentu saja mereka mengemukakan alasan
dan mencari-cari pembenaran, kata mereka untuk menyesuaikan diri….
Banyak kita lihat orang-orang yang menjadi anggota parlemen dengan mengenakan pakaian tradisional arab yang islami. Selang beberapa hari kemudian mereka merubah pakaian dan penampilan. Apakah ini bukti kebaikan ataukah kerusakan?
P: Syaikh, yang dimaksud adalah saudara-saudara kita di Aljazair, tentang usaha mereka dan keikutsertaan mereka dalam kancah politik.
Syaikh Al Albani : Zaman sekarang ini saya tidak menganjurkan kaum muslimin di negeri Islam manapun terlibat dalam kegiatan politik…”
Dalam Silsilah itu juga nomor 353 side A, Syaikh berkata: “Menurut saya tidak perlu ditegakkan jihad, bahkan saya peringatkan agar tidak menegakkannya sekarang ini. Karena sarana-sarana fisik maupun non fisik, lahir maupun batin tidak mendukung kaum muslimin untuk menegakkan jihad di bumi manapun!”
Beliau berkata: “Kami melarang kaum muslimin dari ikatan-ikatan hizbiyah dengan mengatasnamakan Islam! Sekelompok orang mendirikan partai Islam ini ….yang lain membentuk partai Islam ini….Itulah salah satu bentuk hizbiyah! Padahal semuanya berjuang untuk Islam dan untuk kebaikan Islam.
Hanya Allah yang tahu apa sebenarnya yang terselip dalam hati mereka itu!
Oleh sebab itu menurut kami setiap negara Islam jangan memberi angin munculnya fenomena seperti ini, meskipun mengatasnamakan Islam. Cara-cara seperti itu bukan termasuk kebiasaan kaum muslimin! Namun merupakan
kebiasaan kaum kafir: Itulah sebabnya Allah berfirman: “Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan.Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka. “(QS. Ar-Ruum: 31-32)
(Dinukil dari “Madarikun Nadhor fis Siyasah” karya Syaikh Abdul Malik Ramadhani al Jazairi, Edisi Indonesia “Haramkah Partai, Pemilu dan Parlemen”, Bab V “Partai dan Parlemen – Dialog Syaikh Al-Albani dgn Pemuda FIS”)