Kebenaran dan Kepastian adanya Adzab Kubur (I)

460
0
BERBAGI
Adzab Kubur adalah Haq (Bantahan terhadap Hizbut Tahrir dan kelompok lainnya yang mengingkari adzab Kubur)
Sejarah Masa Lalu
Diantara firqah-firqah yang mengingkari iman tentang adanya adzab kubur adalah Al Khawarij dan Al Mu’tazilah [1]. Al Mu’tazilah mengatakan “bahwa ulama kami mengingkari adzab kubur dan siksaan-siksaan yang ada didalamnya” [2]. Hal ini disebabkan karena mereka berbuat bid’ah dalam masalah syari’ah, bahwa hanya hadits yang mutawatir [3] saja yang dapat naik menjadi ilmu, sebaliknya ahadits yang ahad [4] tidak bisa. Dan pernyataan mereka, bahwa ahadits ahad tidak bisa naik menjadi ilmu artinya ahadits itu – menurut pendapat mereka yang keliru – tidak terbebas dari kemungkinan adanya kekeliruan ataupun kesalahan.
Berdasarkan pada prinsip bid’ah ini, mereka mengingkari hadits yang menegaskan bahwa adzab kubur itu adalah haq (benar adanya) dan akan terjadi pada orang-orang kafir dan orang-orang dari umat ini yang mempunyai dosa – semoga Allah melindungi kita dari pendapat adzab kubur – sebab bagi mereka hadits ini adalah termasuk pada kategori ahad.
Maka prinsip sesat ini menyebabkan mereka mengingkari iman terhadap adzab kubur dan tidak memeganginya sebagai bagian dari aqidah, yang pengingkaran mereka itu merupakan lawan dari apa yang As Salafus Shalih pegangi dalam aqidah dan juga yang dipegang Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang mengikutinya.
Tragedi Pada Masa Kini
Pada bebarapa tahun terakhir, beberapa du’at yang tidak bersalah telah terjatuh di dalam prinsip bid’ah ini – bahwa hadits ahad yang shahih tidak dapat naik menjadi ilmu, sehingga tidak bisa dijadikan dasar dalam permasalahan aqidah – sehingga sebagian besar dari mereka masuk ke dalam syubhat dan menolak bahwa adzab kubur adalah benar-benar akan terjadi, padahal ini adalah merupakan aqidah yang dipegang sangat erat oleh Salaf kita.
Hasilnya adalah terjadinya penyelisihan – dan ini adalah merupakan buah yang busuk – yang muncul lagi di kepala-kepala para pemuda seperti yang terjadi pada generasi sebelumnya di umat ini, yang melingkar bagaikan cincin di jari.
Imam Abul Muzhaffar As Sam’ani [5] – rahimahullah – berkata:”Jika riwayat itu shahih bersumber dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, telah diriwayatkan dari rawi yang tsiqah dan para ulama, yang mereka meriwayatkannya dengan bentuk yang tersambung, mulai dari orang-orang sebelum mereka sampai pada generasi salaf, yang kembali kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan hal ini diterima oleh para ulama, maka hadits ini wajib menjadi ilmu, dimana hadits ini menunjukkan ilmu.
Ini adalah pernyataaan dari sebagian besar ahlul hadits, dan mereka-mereka yang mempunyai ketelitian, dan mereka-mereka yang bekerja untuk menjaga sunnah. Tapi perkataan-perkataan mereka (yang menolak hadits Ahad), bahwa riwayat ahad tidak bisa naik menjadi ilmu, dan riwayat yang dapat naik menjadi ilmu itu harus dalam bentuk mutawatir, maka hal ini adalah merupakan bid’ahnya Al Qdariyah dan Al Mu’tazilah.
Mereka mempunyai maksud tertentu di balik prinsipnya itu, yaitu menolak riwayat. Dan prinsip mereka ini pun telah diambil, tanpa adanya pemahaman, oleh beberapa ulama fiqh, yang mereka itu tidak mempunyai langkah yang tegas didalam menyikapi ilmu, tidak pula menyadari maksud dari perkataan ini.” [6]
Harapan Yang Diinginkan
Oleh karena itu, semoga artikel ini akan berusaha untuk mengklarifikasi – dengan idzin Allah – bahwa beriman terhadap adzab kubur adalah merupakan kewajiban bagi setiap muslim, dan hal ini adalah benar-benar merupakan bagian dari aqidah dari salaf kita yang shalih, yang (seperti telah dijelaskan sebelumnya) hanya diingkari oleh ahlul bid’ah. Dan dengan artikel ini, muncul harapan agar siapa saja yang telah keluar dari manhaj Salafus Shalih – yang merupakan manhajnya Ahlus Sunnah wal Jama’ah – akan mengembalikan pendirian mereka berdasarkan pada terangnya dalil yang ditunjukkan, berharap agar mereka kembali kepada al haq. Sebenarnya Al Haq itu dihargai oleh orang-orang yang beriman, dan kembali keopadanya merupakan keutamaan.
Sebaliknya berdiri di atas kesesatan dan kerusakan adalah terhina [7]. Ingatlah bahwa apa-apa yang dipilih dan yang benar adalah apa yang Salafus shalih berada di atasnya, maka hal itu merupakan al haq”.[8]
Dalil Dari Sunnah yang Murni
Disini, dalam rangka mempersingkat, maka tidak akan disertakan dalil-dalil dari Al Qur’an dan tafsirnya dari kalangan shahabat dan tabi’in, namun didalamnya hanya terdapat dalil-dalil dari As Sunnah (Al Hadits) yang murni, kemudian atsar Salaf kita yang shalih dan para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang mengikutinya.
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha berkata : Seorang wanita dari Yahudi datang padanya dan menjelaskan tentang adzab kubur, lalu aku katakan padanya : semoga Allah melindungimu dari hal itu. Lalu dia bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau (Rasulullah) berkata :”Ya, adzab kubur itu memang ada”. ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata :”Sejak itu, aku tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kecuali beliau selalu meminta perlindungan (kepada Allah) dari adzab kubur dalam setiap shalatnya. (HR. Al Bukhari no.1372)
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata :”Pada suatu waktu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berjalan melewati dua kuburan dan bersabda ‘Kedua orang dalam kuburan ini sedang disiksa, padahal bukan karena suatu hal yang besar, salah satunya disiksa karena selalu berbuat namimah (mengadu domba), sedangkan yang satunya lagi karena dia tidak memelihara dirinya dari terkotori oleh air kencingnya sendiri’. Ibnu ‘Abbas berkata : kemudian beliau mengambil dua pelepah daun yang masih hijau dan membaginya menjadi dua kemudian masing-masing diletakkan di atas dua kuburan itu, kemudian beliau bersabda : “Semoga adzab mereka akan diringankan sampai dua potongan pelepah ini mengering” (HR Al Bukhari no.1378)
Dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya orang yang mati itu akan di adzab di dalam kuburnya, dan binatang-binatang mendengarnya” (Shahih, diriwayatkan oleh Ath Thabarani, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah no.1377)
Dari Hani, maula ‘Utsman, meriwayatkan : Ketika ‘Utsman berdiri di samping kuburan, sampai-sampai beliau mencucurkan air mata sehingga jenggotnya pun basah karena air matanya. Kemudian ada yang berkata padanya: Surga dan neraka telah dijelaskan padamu, dan kau tidak bercucuran air mata, kecuali air mata itu mencapai jenggotmu. Kemudian beliau berkata : Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata :”Sesungguhnya kuburan itu merupakan tempat perhentian pertama menuju hari akhir. Maka siapa saja yang selamat didalamnya, maka apa yang akan datang setelahnya akan lebih mudah daripadanya. Dan jika dia tidak selamat didalamnya, maka apa yang akan datang setelahnya akan lebih sulit” (Hasan, diriwayatkan oleh At Tirmidzi no.2424, Ibnu Majah no4267, dan dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam Takhrij Al Misykat no.132)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata : “Ketika salah seorang dari kamu hendak menyelesaikan tasyahud, maka hendaklah dia meminta perlindungan dari empat hal, yaitu dari adzab di neraka, dari adzab kubur, dari fitnah kehidupan dan kematian, dan dari jahatnya fitnah Masihud Dajal” (HR. Muslim 2/93, Abu Dawud no.983, dan selainnya)
Dari Ummu Khalid bintu Khalid Radhiyallahu ‘anha berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :”Mohonlah perlindungan dari adzab kubur, seba adzab kubur itu haq” (HR. Ath Thabarani dalam Al Kabir, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Ash Shahihah no.1444)
Atsar dari Salaful Ummah
Renungkanlah sekarang, wahai para pembaca yang budiman, atsar dari salaful ummah yang respek dalam mengimani akan adanya adzab kubur.
Imam Sufyan Ibnu ‘Uyainah (wafat 197 H) rahimahullah berkata:”As Sunnah itu ada sepuluh. Siapa saja yang menerimanya maka ia telah melengkapi Sunnah, dan siapa saja yang menolaknya maka ia telah menolak Sunnah. (Yaitu) Iman terhadap Al Qadar, mendahulukan Abu Bakar dan Umar, adanya al haudh (danau) di surga, Asy Syafa’ah, adanya ash shirath (jembatan) di atas neraka, iman itu adalah perkataan dan amalan, Al Qur’an itu adalah kalamullah, adzab kubur, dibangkitkan pada hari akhir, dan tidak bersaksi pada setiap muslim itu sudah pasti berada di surga atau neraka.” [9]
Imam Muhammad Ibnu Idris Asy Syafi’i (wafat 204 H) rahimahullah berkata:”Sesungguhnya Al Qadar yang baik atau yang jelek adalah berasal dari putusan Allah ‘Azza wa Jalla, sesunggunya adzab kubur itu adalah suatu yang pasti akan terjadi, kebangkitan itu adalah suatu hal yang pasti, pertanggungjawaban (akan amalan di dunia) adalah suatu yang haq, surga dan neraka itu adalah haq, apa-apa yang diriwayatkan dalam sunnah dan dijelaskan oleh para ulama, dan para pengikutnya di wilayah muslimin adalah haq”. [10]
Imam Ahmad Ibnu Hanbal (wafat 241 H) rahimahullah berkata:”Diantara pokok-pokok sunnah, yang jika salah seorang meninggalkan salah satunya, tidak menerimanya, tidak mengimaninya, maka dia bukan termasuk dari golongannya (yang mengikuti sunnah), yaitu iman terhadap adzab kubur” [11]. Beliau juga berkata:”Adzab kubur itu adalah hal yang pasti adanya, hamba akan ditanyai tentang agamanya dan Tuhannya, Munkar wa Nakir serta surga dan neraka juga merupakan hal yang benar adanya”. [12]
Imam Abu Dawud As Sijistani (wafat 275 H) rahimahullah berkata:”Bab pertanyaan di dalam kubur dan adzab kubur”. [13]
Imam Ibnu Qutaibah (wafat 278 H) rahimahullah berkata:”Ahlul Hadits telah bersepakat dalam beberapa hal, (yaitu) bila Allah menghendaki sesuatu maka akan terjadi dan bila Allah tidak mengehendakinya maka tidak akan terjadi, Dia adalah pencipta kebaikan dan kejelekan, Al Qur’an itu adalah kalamullah bukan makhluq, Allah akan dapat dilihat pada hari akhir nanti, mengutamakan Abu Bakar dan ‘Umar, mengimani aka adanya adzab kubur. Mereka tidak berselisih dalam hal-hal yang fundamental ini. Barang siapa yang menyelisihi mereka dalam hal ini maka mereka akan tertolak, dibenci dan dinyatakan sebagai mubtadi’, dan dia harus dihukum”. [14]
Imam Abu Ja’far Ath Thahawi (wafat 321 H) rahimahullah berkata:”Ini adalah merupakan penjelasan tentang Aqidah Ahlus Sunnah wal Jamaa’ah yang dipegang oleh ulama dien ini, yaitu Abu Hanifah Nu’man Ibnu Tsabit Al Kufi, Abu Yusuf Ya’qub Ibnu Ibrahim dan Abu ‘Abdullah Muhammad Ibnul Hasan Asy Syaibani, semoga Allah meridhoi mereka semua, dan aqidah yang dipegangi dalam hal yang fundamental dari dien dan aqidah mereka terhadap Rabbul ‘Alamin, (sampai beliau berkata) kami beriman kepada Malakul Maut yang ditugaskan untuk mencabut nyawa setiap makhluq di dunia, dan terhadap adzab kubur yang akan menimpa siapa saja yang berhak untuk mendapatkannya”. [15]
Imam Abul Hasan Al Asy’ari (wafat 324 H) rahimahullah berkata:”Al Mu’tazilah mengingkari adanya adzab kubur. Padahal telah datang riwayat dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari banyak jalan, dan dari riwayat dari para shahabatnya radhiyallahu ‘anhum. Tidak satu pun ternukil adanya riwayat dari salah seorang mereka yang mengingkari atau menafi’kannya, hal ini merupakan ijma’ dari para shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam” [16]. Beliau juga berkata:”Terdapat ijma’ bahwa adzab kubur itu adalah haq, dan setiap orang akan diuji dan ditanyai di dalam kuburnya. Semoga Allah menetapkan kita di atas apa-apa yang Dia cintai”. [17]
Al Imam Al Ajurri (wafat 360 H) berkata:”bab Tashdiq dan iman terhadap adzab kubur”. Di dalamnya beliau membawakan banyak hadits yang diriwayatkan oleh Al Bukhari dan Muslim, dan bab ini diakhiri dengan perkataannya:”Tidaklah kondisi pada siapa saja yang mengingkari hadits-hadits ini, kecuali mereka itu telah tersesat dengan kesesatan yang amat jauh dan kerugian yang amat besar”. [18]
Imam Ibnu Abi Hatim (wafat 327 H) rahimahullah berkata:”Jalan yang kami pilih adalah mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, para shahabatnya, At Tabi’in dan semuanya yang mengikuti mereka dalam hal kebaikan, bersamaan dengan hal itu adalah tidak menghiraukan pada perkara-perkara bid’ah, memegang erat jalannya ahlul atsar, seperti Abu ‘Abdullah Ahmad Ibnu Hanbal, Ishaq Ibnu Ibrahim, Abu ‘Ubaid Al Qasim Ibnu Salam dan Asy Syafi’i, memegang erat Al Kitab dan As Sunnah dengan berdasarkan pada jalannya para imam yang mengikuti atsar salaf, mengambil apa-apa yang diambil oleh Ahlus Sunnah yang berada di setiap kota, (sampai pada perkataannya) Iman itu adakalanya naik dan adakalanya turun, dan kami beriman pada adzab kubur”. [19]
Imam Al Barbahari (wafat 329 H) rahimahullah berkata:”Iman terhadap adzab kubur dan Munkar wa Nakir.” [20]
Imam Al Isma’ili (wafat 371 H) berkata:”Ketahuilah, semoga Allah mengampuni kita dan kalian, bahwa jalannya ahlul hadits, ahlus sunnah wal jama’ah adalah beriman pada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Nabi-nabi-Nya, menerima apa-apa yang ada dalam kitabullah dan apa-apa yang shahih yang bersumber dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, (sampai pada perkataannya) Adzab kubur adalah merupakan hal yang benar adanya”. [21]
Imam Al Qairawani (wafat 386 H) rahimahullah berkata:”bab apa-apa yang diriwayatkan dalam As Sunnah tentang iaqidah yang dipegang oleh hati terhadap hal-hal yang wajib dalam dien. Dari hal ini bahwa iman itu berada dalam hati, dan melafadzkannya denga sepenuh hati bahwa Allah itu adalah satu-satu-Nya yang berhaq untuk disembah, tidak ada satu pun yang berhaq untuk diesembah kecuali Dia, (sampai pada perkataannya) dab adzab kubur itu adalah suatu ha l yang pasti, dan orang-orang yang beriman akan diuji di dalam kuburnya”. [22]
Imam Ibnu Abi Zamnin (wafat 399 H) rahimahullah berkata:”Ahlus Sunnah beriman terhadap adzab kubur, semoga Allah melindungi kita dan kalian dari hal ini.” [23]
Imam Al Lalika’i (wafat 418 H) rahimahullah berkata:”bab riwayat-riwayat dari apa-apa yang dinisbahkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menjelaskan bahwa setiap muslim akan direndahkan dikuburannya, mereka akan ditanyai oleh Munkar wa Nakir, dan bahwa adzab kubur itu adalah pasti dan iman terhadap hal ini adalah wajib”. [24]
Imam Al Baihaqi (wafat 458 H) rahimahullah berkata:”bab Iman terhadap adzab kubur”. [25]
Catatan Kaki:
[1]. Seperti yang dinukilkan oleh Abul Hasan Al Asy’ari dalam Al Maqalatul Islamiyyin hal.430
[2]. Fiqhul Ushulil Khomsiyyah hal.733 dan Fadlul I’tizal hal.202 karya Qadhi Abdul Jabbar Al Mu’tazili. Apa yang mereka ingkari adalah dalam mengimani, atau beraqidah dalam apa-apa yang dibawakan oleh riwayat, bukan mengingkari akan eksistensi hadits tentang adzab kubur, seperti kesalahan yang sering dijelaskan.
[3]. Syaikh Mahmud Ath Thahan mengatakan dalam Taysir Musthalahil Hadits (hal.20-21) tentang pengertian mutawatir:”Pada dasarnya, apa-apa yang telah diriwayatkan oleh banyak rawi, maka hal ini tidak akan memungkinkan padanya bahwa mereka itu berdusta”. Dan syarat-syarat dari mutawatir itu adalah :
1. Bahwa hadits ini harus diriwayatkan oleh jumlah rawi yang banyak, dan para ulama telah berbeda pendapat tentang batasan jumlah yang diminta.
2. Bahwa jumlah ini harus ditemukan pada setiap tingkatan sanadnya.
3. Bahwa tidak mungkin mereka bersama-sama berada diatas kedustaan.
(buka juga Nuzhatun Nadhr Fi Taudihi Nukhbatil Fikr (hal.57) oleh Al Hafidh Ibnu Hajar, dan Tadribur Rawi (2/177) oleh As Suyuthi.
[4]. Ibnu Hajar berkata dalam Nuzhatun Nadhr (hal.71) tentang pengertian hadits ahad:”Hadits yang tidak memenuhi syarat dari mutawatir”. Dan khabarul ahad ini terdapat pada mayoritas hadits, baik itu dalam shahih Bukhari maupun Muslim, dan selainnya.
[5]. Dia adalah Abul Mudhaffar As Sam’ani, ulama ahli hadits dan ushul. Beliau wafat pada tahun 489 Hijriah. Semoga Allah merahmatinya.
[6]. Saunul Mantaq wal Kalam (hal.160) oleh As Suyuthi, menukil dari kitab Al Inshar Ahlil Hadits karya As Sam’ani.
[7]. Iqamatul Burhan (hal.32). oleh Syaikh Hamud At Tuwaijiri rahimahullah.
[8]. Al Adzkar (hal.32) oleh Imam An Nawawi.
[9] Riwayat al-Bukhaari (no. 1372)
[10] Riwayat al-Bukhari (no. 1378)
[11] Sahih : Riwayat at-Tabrani (3/78/2), dan disahihkan oleh al-Albaani dalam shohihnya as-Sahihah (no. 1377).
[12] Hasan: Riawayat at-Tirmidzi (no. 2424), dan Ibn Maajah (no. 4267), dan telah disahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Takhrijul-Misykat (no. 132).
[13] Riwayat Muslim (2/93), Abu Dawud (no. 983), dan lainnya dari Abu Hurairah (radiyallaahu ’anhu).
[14] Riwayat at-Tabrani dalam al-Kabir dari Umm Khaalid Bintu Khaalid Ibn Sa’id Ibnul-’As (radiyallaahu ’anhaa), disahihkan oleh al-Albani dalam as-Sahihah (no. 1444).
[15]. Syarh Ushulul I’tiqad Ahlus Sunnah Wal Jama’ah (no.312) oleh Al Lalika’i.
[16]. Al Manaqibusy Syafi’i 1/45.
[17]. Ushulus Sunnah (n0.3) oleh Imam Ahmad.
[18]. Risalatus Sunnah (hal 72) oleh Imam Ahmad.
[19]. Kitabus Sunnah (hal.900) dalam Sunan Abu Dawud.
[20]. Ta’wil Mukhtaliful Hadits (hal.1.
[21]. ‘Aqidah Ath Thahwawiyah (no.79-80).
[22]. Al Ibanah ‘An Ushulid Diyanah (hal.201).
[23]. Risalah ila Ahlits Tsaghr (hal.279) oleh Abul Hasan Al Asy’ari.
[24]. Asy Syari’ah (hal.358-364) oleh Al Ajurri.
[25]. Ashlus Sunnah wa I’tiqad Dien (no.14).
(Bersambung ke Kebenaran dan Kepastian adanya Adzab Kubur vol II)