222APAKAH TIDAK ADA PENGINGKARAN TERHADAP PERMASALAHAN-PERMASALAHAN YANG DIPERSELISIHKAN?
Asy-Syaikh ‘Ubaid bin Abdillah al-Jabiri hafizhahullah pernah ditanya,
Apa benar ucapan seseorang, “Tidak ada pengingkaran terhadap permasalahan-permasalahan yang diperselisihkan”?
Beliau berkata:
Ucapan ini (jika diberlakukan) secara umum salah (batil). Kami tidak mengenalnya melainkan berasal dari ahli bid’ah yang bersandarkan pada kaidah al-Ma’dzirah wat Ta’awun (Toleransi dan Bekerjasama), kita bekerjasama pada perkara yang kita sepakati dan sebagian kita bertoleransi (memberi udzur) kepada yang lain pada perkara yang kita perselisihkan.
Ini merupakan kaidah Ikhwanul Muslimin. Suatu kaidah yang akan membuka pintu selebar-lebarnya bagi segala pergerakan/ kelompok batil yang menyimpang dari jalan ahlis sunnah. Baik kelompok batil lagi menyeleweng tersebut menisbahkan diri kepada agama Islam seperti ar-Rafidhah. Atau tidak menisbahkan diri kepada agama Islam seperti Yahudi dan Nashrani.
Kaidah ini, yang dinamai oleh para pemikir, di antara mereka adalah al-Qardhawi, jika dia bukan pencetus kaidah tersebut pada zaman ini, tentunya dia termasuk dari tokoh-tokoh besar mereka yang menamainya dengan kaidah emas. Padahal itu adalah kaidah batil. Saya telah menjelaskan kebatilan kaidah tersebut secara rinci, apa-apa yang Allah bukakan dan mudahkan kepada saya pada tempat-tempat lain. Silakan merujuknya bagi siapa saja yang mau. Ini yang pertama.
Yang kedua, permasalahan-permasalahan yang diperselisihkan, ada yang terkait dengan ushulud din (pokok-pokok agama. Permasalahan-permasalahan tersebut ada yang terkait dengan ushulud din seperti perkara-perkara akidah. Orang yang menyelisihi ushul agama Islam, wajib diingkari, dicerca, disikapi dengan tegas, dan ditahdzir (diperingatkan umat terhadap bahaya orang ini, pen)
Mentahdzir dan tidaknya, saya harap Anda dan orang yang mau dari kalangan pendengar kaum muslimin laki-laki maupun perempuan untuk merujuknya pada risalah kami yang terkait dengan hal ini yang berjudul “al-Haddul Fashil”. Zhahirnya sudah dicetak, cetakan Dar Miratsin Nubuwah di al-Jazair. Iya.
Adapun jika orang yang menyelisihi pada perkara ijtihadi (terbuka peluang untuk berijtihad) dan beberapa dalil saling berbenturan (secara zhahir namun pada hakikatnya tidak, pen), salah satu pihak yang berselisih tidak boleh mengingkari pihak lain.
Di antara permasalahan-permasalahan ijtihadiyah, sebagai contoh, saya katakan, “Hukum orang yang meninggalkan shalat karena meremehkan dalam keadaan dia mengakuinya bahwa perkara tersebut wajib.”
Sekelompok dari ahli ilmu menyatakan kekufurannya. Kelompok yang lain menyatakan kefasikannya (yakni menghukuminya sebagai fasik). Setiap kelompok memiliki dalil-dalil.
Pada perkara ini dan yang semisal dengannya, satu orang tidak boleh mencela orang lain karena setiap orang memiliki dalil yang mendukung madzhabnya. Iya.
Pada kesempatan ini, saya akan mengingatkan suatu konsep dan kaidah batil. Bahwa para shahabat berbeda pendapat pada perkara akidah. Ini merupakan kedustaan. Para shahabat dan selain mereka, semua bersepakat pada perkara-perkara ushulud din (prinsip-prinsip dasar agama Islam). Mereka hanya berbeda pendapat pada perkara furu’ (cabang) akidah, bukan perkara ushul. Di antara perkara furu’ tersebut adalah permasalahan al-‘Arsy dan al-Qalam (pena), mana yang ada sebelum yang lain?
Ahlus sunnah, mulai dari para shahabat -semoga Allah meridhai mereka- semuanya ahlus sunnah lalu para imam tabi’in kemudian orang-orang setelah mereka, bersepakat bahwa kedua makhluk tersebut adalah makhluk yang pertama kali diciptakan, yakni al-‘Arsy dan al-Qalam. Hanya saja mereka berbeda pendapat, mana di antara kedua makhluk tersebut sebagaimana kami kemukakan pertama, mana yang lebih awal:
Sekelompok (dari ahli ilmu) mengatakan bahwa al-Arsy lebih awal. Dalil mereka (firman Allah Ta’ala),
(( وكان عرشه على الماء))
“Dan Arsy-Nya di atas air.”
(Dan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam),
((كان الله ولا شيء معه))
“Allah ada, dalam keadaan tidak ada sesuatupun bersamanya.” Pada riwayat lain,
((ولا شيء غيره))
“Tidak ada sesuatupun selain-Nya.”
((وكان عرشه على الماء))
“Dan Arsy-Nya di atas air.” Ini adalah dalil yang shahih.
Kelompok yang lain yang merajihkan bahwa al-Qalam lebih awal (daripada al-‘Arsy). Dalil mereka adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
((إن أول ما خلق الله القلم))
“Sesungguhnya makhluk yang pertama kali Allah ciptakan adalah al-Qalam (pena).” (Silakan lihat kelengkapan) hadits ini.
Pada sebagian jalan-jalan hadits ini dan dishahihkan oleh seorang alim, imam, ahli hadits zaman ini asy-Syaikh Nashir (al-Albani) rahimahullah. Dan al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengkompromikan kedua hadits tersebut, beliau berkata,
أول شيء في هذا العالم -يعني بعد العرش -والله أعلم.
Makhluk pertama di alam ini -yakni setelah al-Arsy-. Wallahu a’lam. Na’am.
Alihbahasa: Ustadz Abu Bakar Jombang hafizhahullah
Audio Player
Asy-Syaikh ‘Ubaid bin Abdillah al-Jabiri hafizhahullah pernah ditanya,
Apa benar ucapan seseorang, “Tidak ada pengingkaran terhadap permasalahan-permasalahan yang diperselisihkan”?
Beliau berkata:
Ucapan ini (jika diberlakukan) secara umum salah (batil). Kami tidak mengenalnya melainkan berasal dari ahli bid’ah yang bersandarkan pada kaidah al-Ma’dzirah wat Ta’awun (Toleransi dan Bekerjasama), kita bekerjasama pada perkara yang kita sepakati dan sebagian kita bertoleransi (memberi udzur) kepada yang lain pada perkara yang kita perselisihkan.
Ini merupakan kaidah Ikhwanul Muslimin. Suatu kaidah yang akan membuka pintu selebar-lebarnya bagi segala pergerakan/ kelompok batil yang menyimpang dari jalan ahlis sunnah. Baik kelompok batil lagi menyeleweng tersebut menisbahkan diri kepada agama Islam seperti ar-Rafidhah. Atau tidak menisbahkan diri kepada agama Islam seperti Yahudi dan Nashrani.
Kaidah ini, yang dinamai oleh para pemikir, di antara mereka adalah al-Qardhawi, jika dia bukan pencetus kaidah tersebut pada zaman ini, tentunya dia termasuk dari tokoh-tokoh besar mereka yang menamainya dengan kaidah emas. Padahal itu adalah kaidah batil. Saya telah menjelaskan kebatilan kaidah tersebut secara rinci, apa-apa yang Allah bukakan dan mudahkan kepada saya pada tempat-tempat lain. Silakan merujuknya bagi siapa saja yang mau. Ini yang pertama.
Yang kedua, permasalahan-permasalahan yang diperselisihkan, ada yang terkait dengan ushulud din (pokok-pokok agama. Permasalahan-permasalahan tersebut ada yang terkait dengan ushulud din seperti perkara-perkara akidah. Orang yang menyelisihi ushul agama Islam, wajib diingkari, dicerca, disikapi dengan tegas, dan ditahdzir (diperingatkan umat terhadap bahaya orang ini, pen)
Mentahdzir dan tidaknya, saya harap Anda dan orang yang mau dari kalangan pendengar kaum muslimin laki-laki maupun perempuan untuk merujuknya pada risalah kami yang terkait dengan hal ini yang berjudul “al-Haddul Fashil”. Zhahirnya sudah dicetak, cetakan Dar Miratsin Nubuwah di al-Jazair. Iya.
Adapun jika orang yang menyelisihi pada perkara ijtihadi (terbuka peluang untuk berijtihad) dan beberapa dalil saling berbenturan (secara zhahir namun pada hakikatnya tidak, pen), salah satu pihak yang berselisih tidak boleh mengingkari pihak lain.
Di antara permasalahan-permasalahan ijtihadiyah, sebagai contoh, saya katakan, “Hukum orang yang meninggalkan shalat karena meremehkan dalam keadaan dia mengakuinya bahwa perkara tersebut wajib.”
Sekelompok dari ahli ilmu menyatakan kekufurannya. Kelompok yang lain menyatakan kefasikannya (yakni menghukuminya sebagai fasik). Setiap kelompok memiliki dalil-dalil.
Pada perkara ini dan yang semisal dengannya, satu orang tidak boleh mencela orang lain karena setiap orang memiliki dalil yang mendukung madzhabnya. Iya.
Pada kesempatan ini, saya akan mengingatkan suatu konsep dan kaidah batil. Bahwa para shahabat berbeda pendapat pada perkara akidah. Ini merupakan kedustaan. Para shahabat dan selain mereka, semua bersepakat pada perkara-perkara ushulud din (prinsip-prinsip dasar agama Islam). Mereka hanya berbeda pendapat pada perkara furu’ (cabang) akidah, bukan perkara ushul. Di antara perkara furu’ tersebut adalah permasalahan al-‘Arsy dan al-Qalam (pena), mana yang ada sebelum yang lain?
Ahlus sunnah, mulai dari para shahabat -semoga Allah meridhai mereka- semuanya ahlus sunnah lalu para imam tabi’in kemudian orang-orang setelah mereka, bersepakat bahwa kedua makhluk tersebut adalah makhluk yang pertama kali diciptakan, yakni al-‘Arsy dan al-Qalam. Hanya saja mereka berbeda pendapat, mana di antara kedua makhluk tersebut sebagaimana kami kemukakan pertama, mana yang lebih awal:
Sekelompok (dari ahli ilmu) mengatakan bahwa al-Arsy lebih awal. Dalil mereka (firman Allah Ta’ala),
(( وكان عرشه على الماء))
“Dan Arsy-Nya di atas air.”
(Dan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam),
((كان الله ولا شيء معه))
“Allah ada, dalam keadaan tidak ada sesuatupun bersamanya.” Pada riwayat lain,
((ولا شيء غيره))
“Tidak ada sesuatupun selain-Nya.”
((وكان عرشه على الماء))
“Dan Arsy-Nya di atas air.” Ini adalah dalil yang shahih.
Kelompok yang lain yang merajihkan bahwa al-Qalam lebih awal (daripada al-‘Arsy). Dalil mereka adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
((إن أول ما خلق الله القلم))
“Sesungguhnya makhluk yang pertama kali Allah ciptakan adalah al-Qalam (pena).” (Silakan lihat kelengkapan) hadits ini.
Pada sebagian jalan-jalan hadits ini dan dishahihkan oleh seorang alim, imam, ahli hadits zaman ini asy-Syaikh Nashir (al-Albani) rahimahullah. Dan al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengkompromikan kedua hadits tersebut, beliau berkata,
أول شيء في هذا العالم -يعني بعد العرش -والله أعلم.
Makhluk pertama di alam ini -yakni setelah al-Arsy-. Wallahu a’lam. Na’am.
Alihbahasa: Ustadz Abu Bakar Jombang hafizhahullah
Audio Player
00:00
00:00
Download Audio Di Sini====================
ما صحة قول القائل لا إنكار في مسائل الخلاف؟
عبيد بن عبد الله الجابري
ما صحة قول القائل لا إنكار في مسائل الخلاف ؟
هذا القول على عمومه خطأ، وما عرفناه إلا من أهل البدع الذين ينطلقون من قاعدة المعذرة والتعاون، نتعاون فيما اتفقنا عليه ويعذر بعضنا بعضًا فيما اختلفنا فيه.
وهذه القاعدة هي قاعدة الإخوان المسلمين، وهي قاعدة تفتح الباب علي مصراعيه لدخول أي نحلة باطله زائغة إلى جنب أهل السنة، سواءً كانت النحلة الباطلة الزائغة منتسبة للإسلام كالرافضة، أو غير منتسبة للإسلام كاليهود والنصارى.
وهذه القاعدة التي يسميها النظار ومنهم القرضاوي إن لم يكن هو من منظر القاعدة في هذا العصر فهو من أكبرهم يسمونها القاعدة الذهبية ،وهي قاعدة باطلة وقد فسرت القول فيها بما فتح الله به عليَّ وبما يسره فيها في مواطن أخرى فليراجعها من شاء. هذا أولاً.
ثانيًا: مسائل الخلاف منها ما هو في أصول الدين منها ما هو في أصول الدين كالعقائد هذا ينكر على المخالف، ويثرب عليه، ويشنع عليه، ويحذر منه.
والتحذير وعدمه أرجو أن تراجعه أنت ومن أراد من السامعين من المسلمين والمسلمات في رسالة لنا بهذا عنوانها ((الحد الفاصل)) والظاهر أنها مطبوعة طبعتها دار ميراث النبوة بالجزائر.نعم.
أما إذا كان المخالفة في أمر اجتهادي تتنازعه الألة فلا ينكر أحد الطرفين على الآخر.
ومن أمثلة تلك المسائل الاجتهادية على سبيل المثال يعني أقول: حكم تارك الصلاة تهاونًا مع الإقرار بوجوبها.
فطائفه من أهل العلم قالوا بكفرة، وطائفة من أهل العلم قالوا بتفسيقه، والكل له أدلة.
ففي هذا وأمثاله لا يثرب أحد على أحد، لأن الكل عنده أدله تسوغ مذهبه. نعم.
وأنبه هنا إلى مقوله باطله وقاعدة باطلة وهي: أن الصحابة اختلفوا في العقيدة، وهذا كذب والصحابة ولا غيرهم كلهم مجمعون على أصول الدين، وإنما اختلفوا في فروع من العقيدة وليست أصول، ومن تلكم الفروع: في العرش والقلم أيهما كان قبل الآخر؟
أهل السنة بدءاً من الصحابة -رضي الله عنهم- كلهم أهل سنة ثم أئمة التابعين ثم من بعدهم، مجموعون على أن هذين المخلوقين هما أول المخلوقات العرش والقلم، وإنما اختلفوا في أيهما كما قدمنا أولًا، أيهما أولًا:
فطائفة قالت بأولية العرش، ودليلهم: (( وكان عرشه على الماء)) ، ((كان الله ولا شيء معه)) وفي رواية: ((ولا شيء غيره)) ((وكان عرشه على الماء)) وهذا دليل صحيح.
والطائفة الأخرى: الذين يرجحون أوليه القلم ، دليلهم قوله -صلى الله عليه وسلم- : ((إن أول ما خلق الله القلم)) الحديث، جاء في بعض طرق وصححه العالم الإمام محدث هذا العصر الشيخ ناصر-رحمه الله- ،وجمع الإمام بن القيم رحمه الله بين الحديثين فقال: أول شيء في هذا العالم -يعني بعد العرش -والله أعلم.نعم
Sumber : http://ar.alnahj.net/fatwa/81
0 comments:
Post a Comment